Sabtu, 26 September 2009

PIROLISIS BIOMASSA

Briket Bioarang dan bio-oil dari Sampah Pelepah daun Salak

(Salaca edulis)Sebagai Media Pembelajaran Konsep Entalphi

Dan Sumber Energi Alternatif Menuju Zero Emmision


Sampah adalah salah satu
isu penting yang muncul di masyarakat. Masalah yang sering terjadi adalah produksi sampah yang terus meningkat, kurangnya pengelolaan sampah dan keterbatasan lahan tempat pembuangan akhir (TPA). Sampah pelepah daun salak merupakan salah satu masalah yang belum teratasi oleh petani salak di Magelang sampai saat ini

  • Tanaman salak berbatang pendek dengan ruas-ruas yang rapat dan tertutup. Batang menjalar, membentuk rimpang, sering bercabang, diameter 10-15 cm. Pada tanaman yang sudah tua batangnya akan melata dan dapat bertunas. Tunas yang tumbuh ini disebut anakan, dan dapat digunakan sebagai bibit vegetatif (Nur Tjahjadi, 1989:14).
  • Agar berbuah dengan baik, pelepah daun salak yang sudah tua perlu dipotong, karena daun salak berduri biasanya pelepah ini dibiarkan saja dibawah pohon sampai menjadi kompos. Proses ini memerlukan waktu yang lama.


Petani salak di Magelang memang biasa memanen buah salak tetapi belum mempunyai cukup teknologi untuk mengelola sampah pelepah daunnya. Pertanyaannya adalah dapatkah sampah pelepah daun salak diubah menjadi sumber energi alternatif ? Adakah teknologi sederhana yang dapat dilakukan untuk memanen sampah pelepah daun salak ?
Menurut penulis sampah pelepah daun salak dapat diubah menjadi briket bioarang dan bio-oil melalui proses pirolisis. Skema alat pirolisis seperti pada gambar :


Keterangan

(1) tabung pirolisis (2) tungku pembakaran (3) lubang udara (4) lubang bahan bakar (5) pengukur suhu (6) tabung kondensasi (7) blower (8) penampung tar (9) penampung bio-oil (10) pengukur tekanan (11) pipa gas recycle (12) pipa bio-oil

Briket Bioarang dan bio-oil merupakan contoh energi kimia. Pembuatan energi kimia ini merupakan langkah terobosan untuk memanen sampah dan melatih siswa (masyarakat) menggunakan energi alternative pengganti minyak tanah. Selanjutnya briket bioarang ini digunakan sebagai media pembelajaran konsep entalpi, kelas XI IPA semester 1, yaitu sebagai bahan eksperimen penentuan kandungan energi kimia menggunakan alat calorimeter.

Minggu, 30 Agustus 2009

Tidak Akan Masuk Surga Bagi Yang Melaikan Sampah


Sampah merupakan hasil sampingan yang tidak dapat terhindarkan dari kegiatan masyarakat yang menimbulkan masalah dari waktu ke waktu. Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktifitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis bagi penghasil sampah (Ecolink, 1996). Sampah dapat membawa dampak yang buruk pada kondisi kesehatan manusia. Bila sampah dibuang secara sembarangan atau ditumpuk tanpa ada pengelolaan yang baik, maka akan menimbulkan berbagai dampak kesehatan yang serius. Tumpukan sampah yang dibiarkan begitu saja akan mendatangkan tikus got dan serangga (lalat, kecoa, lipas, kutu, dan lain-lain) yang membawa kuman penyakit.

Selama bulan Ramadhan volume sampah di Kota Magelang meningkat. Jika hari biasa 200-an kubik per hari, kini bisa 300-an kubik per hari. Peningkatan ini akibat menjamurnya pedagang musiman yang tersebar di sudut kota. Tumpukan sampah nampak di kawasan alon alon Kota Magelang, yang menjadi pusat penjualan berbagai makanan dan minuman untuk hidangan buka puasa. Di tempat ini terdapat gundukan kulit kelapa, sampah makanan, plastic bungkus makanan, kertas dan lain lain terutama pada sore atau malam hari. Kondisi demikian diakui Mas Parman, salah seorang pedagang kelapa muda. Menurutnya, sampah-sampah yang dihasilkan dari jualan mereka tersebut terpaksa dikumpulkan begitu saja karena tidak disediakan tempat sampah oleh Pemda Kota Magelang. "Selain itu, kami juga setiap hari membayar uang retribusi sampah,” katanya, Minggu (30/8/2009). Dijelaskan lebih lanjut oleh Mbok Welas, pedagang gorengan, “ Sebagian sampah kita masukan kresek mas, kemudian kita buang ke sungai dan sisanya dibersihkan oleh petugas dari dinas Kota pada malam harinya “.

Menurut penulis, permasalahan sampah di Kota Magelang terutama menyangkut persepsi masyarakat yang masih berpikiran untuk membuang sampah, bukan menaruh sampah. "Menaruh sampah, diartikan sebagai memilah sampah sesuai dengan jenisnya," Jadi sebaiknya para pedagang tersebut mau memilah sampahnya antara sampah organic berupa sisa makanan dan bungkus daun, sampah kertas, plastic dan bungkus dari bahan styrofoam. Penangan sampah yang paling sederhana adalah menggunakan 4R yaitu reduce, reuse, recycle dan replant. Reduce dapat diaplikasi dengan mengunakan sesuatu seperlunya saja, jangan boros. Reuse menyarankan agar kita mampu mengembangkan imajinasi dan berkreasi agar barang bekas dapat mejadi baru dan lebih bermanfaat. Recycle biasanya dilakukan dengan mendaur ulang kertas atau mengkomposkan sampah organic dan replant, kompos yang telah dibuat dapat digunakan untuk menyuburkan tanaman obat, rempah dapur, buah dan sayuran. Penanaman kembali, walaupun dilahan terbatas, dapat menyejukan lingkungan sekitar.

Pertanyaan penulis sekarang adalah mungkinkah umat Islam tidak dapat masuk surga karena lalai terhadap sampah ? Jawabnya sangat mungkin, jadi sudah saatnya umat Islam mengamalkan ajaran agama tidak hanya menekankan aspek ritual (hablun minallah) tetapi juga aspek sosio-kultural (hablun minannas), sehingga dapat benar-benar menjadi rahmatan lilalamin.

Mari berlomba lomba untuk mengelola sampah !
Jika bukan kita, siapa lagi ?

Jika bukan sekarang, kapan lagi ?

Selasa, 18 Agustus 2009

Profil Pak Setiyana


Itulah impian mulia yang sejak lama dimiliki Setiyana. Berawal dari keprihatinannya pada keterbatasan sarana yang ada di tempatnya mengajar, impian Setiyana tumbuh semakin kuat. Impian yang semakin kuat mendorong Setiyana untuk berinovasi dalam pembelajaran kimia.
Sehingga lahirlah sebuah inovasi metode pembelajaran kimia yang ia beri nama Setiyana Bandongan Learning (SBL). Inovasi pertama yang ia lakukan dalam SBL adalah menciptakan
suatu permainan yang ia beri nama Outbond Chemistry. Konsep kimia yang ingin disampaikan pada siswa dikemas dalam bentuk permainan. Misalnya untuk mengenalkan nama-nama unsur pada siswa, Setiyana memberi nama siswanya dengan nama unsur dalam tabel periodik. Nama yang diberikan disesuaikan dengan nomor absen. Siswa lalu diminta mengenalkan diri dengan nama baru beserta sifat-sifat yang dimilikinya.

Metode ini cukup menarik perhatian dan pada akhirnya mendapat pernghargaan sebagai metode pembelajaran terbaik dalam Simposium Inovasi Pembelajaran dan Pengelolaan Sekolah ke-1 tingkat nasional yang diselenggarakan pada tahun 2003.SBL telah mengantarkan Setiyana menjuarai berbagai lomba dalam bidang pembelajaran, baik di tingkat daerah maupun tingkat nasional. Prestasi terakhir yang diraih adalah menjadi peserta terbaik dalam Lomba Guru Inovatif Tingkat Nasional tahun 2008. Atas prestasinya itu, Setiyana beserta peserta terbaik lainnya akan mewakili Indonesia dalam Regional Innovative Teacher Conference se-Asia Pasifik di Kuala Lumpur, pada Maret 2009.Tidak berhenti sampai di sini, metode SBL akan terus berkembang, karena Setiyana akan terus bermimpi dan melahirkan berjuta inovasi
lainnya.